MAKALAH
HADIS TARBAWI
(Materi Pendidikan Islam)
Dosen
Pengampu :
H.
Subki M. Pd. I
O
L
E
H
Nama : Nikmatun Apriliya
Kelas : II A
Kelompok : 7
JURUSAN
TADRIS MATEMATIKA
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI MATARAM
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahun,
keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi
ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan atau penelitian.
Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif
pada cara orang berpikir, merasa atau tindakan dapat dianggap pendidikan.
Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar,
sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi.
Namun sekian perjalanan waktu di zaman moderen ini
terkadang kita mendapati di berbagai dunia pendidikan bahwa telah terjadi
banyak penyimpangan yang terjadi antara kebijakan pemerintah ataupun lembaga
pendidikan tertentu yang tidak menitikberatkan pada aspek afektif, kognitif
ataupun psikomotorik. Inilah yang menjadikan akan terlahir peserta didik yang
begitu terkesan dengan nuansa pragmatisme.[1]
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia
mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh
Allah SWT. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai materi
pendidikan islam beserta hadisnya.
B.
Rumusan
Masalah
1) Apa
pengertian dari pendidikan islam ?
2) Bagaimana
bentuk pendidikan Aqidah menurut hadis ?
3) Bagaimana
bentuk pendidikan ibadah menurut hadis ?
4) Bagaimana
bentuk pendidikan akhlak menurut hadis ?
5) Bagaimana
bentuk pendidikan hati menurut hadis ?
6) Bagaimana
bentuk pendidikan jasmani menurut hadis ?
7) Bagaimana
bentuk pendidikan sosial menurut hadis ?
8) Bagaimana
bentuk pendidikan akal menurut hadis ?
9) Bagaimana
bentuk pendidikan seks menurut hadis ?
C.
Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hadis Tarbawi tentang hadis yang menerangkan materi pendidikan islam, dan juga
untuk menambah wawasan kita dalam memahami pendidikan islam seperti pendidikan
akidah, ibadah, akhlak, hati, jasmani, sosial, akal dan seks.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Islam
Kata pendidikan yang umum kita gunakan sekarang,
dalam bahasa arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata
pengajaran dalam bahasa arabnya adalah “ta’lim” dengan kata kerjanya “alama”.
Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa arabnya “tarbiyah wa ta’lim” sedangkan
pendidikan islam dalam bahasa arabnya adalah “tarbiyah islamiah”. Kata kerja
rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman nabi Muhammad SAW.[2]
Pendidikan secara Teoritis mengandung pengertian
“memberi makanan” kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan
rohaniah, juga sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan dasar manusia.[3]
Jadi pendidikan islam berarti sistem pendidikan yang
memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan
cita-cita dan nilai-nilai islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak
kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan islam adalah suatu sistem
kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba
Allah sebagaimana islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan
manusia baik duniawi maupun ukhrawi.[4]
B.
Hadis
tentang Pendidikan Aqidah
Pendidikan akidah adalah proses pembinaan dan
pemantapan kepercayaan dalam diri seseorang sehingga menjadi akidah yang kuat
dan benar. Proses tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pengajaran, bimbingan
dan latihan. Dalam penerapannya, pendidik dapat menggunakan berbagai metode
yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai. Sehubungan dengan ini terdapat
hadis-hadis berikut :[5]
عَنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَابِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ
عِنْدَ رَسُوْلَ اللّه صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذاتَ يَوْمٍ اِذْ
طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدٌ بَيَاضُ الثِّيَابِ شَدِيْدُ ثَوَادِ
الشَّعْرِ لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُهُ مِنَّا اَحَدٌ
حَتَّى جَلَسَ اِلىَى النَّبِبِّي صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَاَسْنَدَ
رُكْبَتَيْهِ اِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخْذَيْهِ
وَقَالَ يَا مُحَمَّدٌ أَخْبِرْنِي عَنِ الإِسْلاَمِ فَقَالَ رَسُوْلَ
اللّه صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلَ اللّه صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيْمَ
الصَّلَاةَ وَتُؤْتىَ الزَّكَاةَ وَتَصُوْمُ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ البَيْتَ إِنِ
اسْتَطَعْتَ اِلَيْهِ سَبِيْلاُ. قَالَ صَدَّقْتَ قَالَ فَعَجَبْنَا لَهٌ
يَسْأَلُهُ وَيَصَدِّذقُهُ قَالَ فَاَخْبِرْنِي عَنِ الإِيْمَانِ قَالَ أَنْ
تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكٌتٌبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرِ
وَتُؤْمِنَ بِالْقَدْرِخَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَّقْتَ قَالَ
فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَاللّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ
فَإِنَّ لَمْ تَكُنْ تَرَاهٌ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Umar
ibn al-Khatthâb meriwayatkan: pada suatu hari ketika kami berada di dekat
Rasulullah saw., tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang sangat
putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat padanya tanda-tanda
dalam perjalanan dan tidak seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Sampai
ia duduk di dekat Nabi SAW. lalu ia menyandarkan kedua lututnya pada kedua
lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas paha Nabi, lantas berkata,
"Hai Muhammad! Beritahukan kepada saya tentang Islam! Rasulullah
saw. bersabda: Islam itu adalah pengakuan bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat,
membayarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadan, dan menunaikan haji bagi orang
yang sanggup. Lelaki itu berkata: Engkau benar. Umar berkata, 'kami tercengang
melihatnya, ia bertanya dan ia pula yang membenarkannya'. Selanjutnya laki-laki
itu berkata lagi: Beritahukan kepada saya tentang iman! Rasulullah
saw. menjawab: Iman itu adalah keyakinan kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat dan qadar baik dan
buruk. Laki-laki itu berkata: Engkau benar. Selanjutnya, ia berkata lagi:
Beritahukan kepada saya tentang ihsan! Rasulullah saw. menjawab: ihsan itu
adalah Engkau menyembah Allah seakan-akan Engkau melihatnya. Jika
kamu tidak bisa melihat-Nya, maka rasakanlah bahwa Dia melihatmu.”
(H.R. Al-Bukhari, Muslim. Abu Dawud, dan An-Nasa’i)[6]
Hadis ini muncul
setelah malaikat Jibril bertanya kepada nabi Muhammad SAW tentang iman, islam,
ihsan dan hari kiamat. Ketika itu beliau sedang berada di tengah-tengah
sahabat. Untuk menjawabnya, beliau mengucapkan hadis diatas. Dari hadis diatas
dapat diambil beberapa pelajaran penting mengenai pendidikan, yaitu :
1.
Dalam hadis
diatas dinyatakan bahwa Jibril datang mengajarkan agama kepada sahabat
Rasulullah. Dalam proses ini, Jibril berfungsi sebagai guru, Rasulullah sebagai
narasumber, dan para sahabat sebagai peserta didik.
2.
Dalam proses
pembelajaran, Jibril sebagai guru menggunakan metode tanya-jawab. Metode ini
efektif untuk menarik minat dan memusatkan perhatian para peserta didik.
3.
Materi
pengajaran agama islam dalam hadis tersebut meliputi aspek-aspek pokok dalam
ajaran islam, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Dari ketiganya, aspek yang
didahulukan adalah akidah. Ajaran islam diajarkan secara integral. Tidak secara
parsial.
Islam
menempatkan pendidikan akidah pada posisi yang paling mendasar, yakni
terposisikan sebagai rukun yang pertama dalam rukun islam yang lima, sekaligus
sebagai kunci yang membedakan antara orang islam dan non-islam. Lamanya waktu
dakwah Rasulullah dalam rangka mengajak umat agar bersedia menauhidkan Allah
menunjukkan betapa penting dan mendasarnya pendidikan akidah islamiah bagi
setiap umat muslim pada umumnya. Terlebih pada kehidupan anak, dasar-dasar
akidah harus terus-menerus ditanamkan agar setiap perkembangan dan
pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar.
Pendidikan islam
dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan akidah islamiah, karena akidah
merupakan inti dan dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan sejak dini.[7]
C. Hadis tentang Pendidikan Ibadah
Pendidikan ibadah yang dimaksud di sini adalah
proses pengajaran, pelatihan dan bimbingan dalam pengamalan ibadah khusus.[8]
Menurut Nasiruddin Razak, bahwa ibadah secara umum berarti bakti manusia kepada
Allah SWT, karena didorong dan di bangkitkan oleh akidah tauhid.[9]
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan ibadah adalah proses membimbing dan
mengarahkan segala potensi insan yang ada pada anak terutama potensi kehambaan
pada Allah, sehingga akan menimbulkan ketaatan yang tertanam kuat dalam hati
sebagai pegangan dan landasan hidup di dunia dan di akhirat. Sehingga dengan
pendidikan ibadah tersebut seseorang dalam bertindak dan bertingkah laku
didasari atas ketaatan kepada Allah SWT.
Berikut hadis mengenai pendidikan ibadah :
عَنْ عُمَرُ بْنُ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ
قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوْا
أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعَ سِنِيْنَ
وَاضْرِبُهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُعَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِيْ المَضَاجِعِ
( روه ابو داود )
Dari Umar bin syu’aib berkata,
Rasulullah Saw bersabda : “Perintahkanlah kepada anak-anak kalian untuk sholat
ketika berumur 7 tahun, dan pukullah mereka ketika mereka berumur 10
tahun bila mereka enggan menunaikannya, dan pisahkanlah mereka dari
ranjang-ranjangnya”. (Abu Daud)
Kandungan Pendidikan hadits tersebut adalah:
1.
Dari hadist diatas sudah jelas yaitu perintah untuk
memerintahkan salat atau pendidikan ibadah diberikan sejak dini sehingga ketika
usia baligh maka mereka dapat mengamalkannya.
2.
Para guru dan orang tua hendaknya menjelaskan kepada
anak-anak dengan penjelasan yang sangat sederhana tentang pentingnya berbagai
bentuk ibadah, lengkap dengan rukun-rukunnya, seperti shalat, zakat, dan haji.
Selain itu, emosional anak harus di siapkan saat membicarakan berbagai bentuk
ibadah sehingga mereka merindukan ikatan dengan Allah Swt dan beribadah kepadaNya
dengan cara yang benar.[10]
Dalam
menjelaskan atau membicarakan berbagai bentuk ibadah, para guru dan orangtua
hendaknya menggunakan tema pembahasan secara berurutan. Misalnya dalam satu
kesempatan membicarakan tentang satu tema yang berkaitan dengan shalat saja
atau tema yang berkaitan dengan puasa saja dan seterusnya. Berusaha sedapat
mungkin agar anak-anak dapat menyadari pentingnya melaksanakan berbagai bentuk
ibadah dalam kehidupan mereka. Para guru dan orangtua hendaknya mengetahui
pentingnya berbagai bentuk ibadah dalam kehidupan seorang muslim.[11]
D. Hadis
tentang Pendidikan Akhlak
Pengertian akhlak secara
etimologi dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak dan tabiat.[12]
Pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar akhlak dan keutamaan
perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak
masa analisa sampai ia menjadi seorang mukallaf, seseorang yang telah siap
mengarungi lautan kehidupan. Ia tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada
landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu kuat, ingat bersandar,
meminta pertolongan dan berserah diri
kepada-Nya, maka ia akan memiliki potensi dan respon yang instingtif di dalam
menerima setiap keutamaan dan kemuliaan di samping terbiasa melakukan akhlak
mulia.[13] Berikut
adalah hadis yang menjelaskan tentang pendidikan akhlak :
“Abdullah bin Amrur ra berkata, Nabi Muhammad SAW bukanlah orang yang keji
dan tidak bersikap keji. Beliau bersabda, sesungguhnya yang terbaik diantara
kamu adalah yang paling baik akhlaknya.”(HR. Al-Bukhari). Hadis ini memuat informasi bahwa Rasulullah memiliki
sifat yang baik dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada orang yang
berakhlak mulia. Itu berarti bahwa akhlak mulia adalah suatu hal yang perlu
dimiliki oleh umatnya. Agar setiap muslim dapat memiliki akhlak mulia, maka
harus diajarkan.
Supaya para sahabat dan
umatnya memiliki akhlak yang mulia, Rasulullah memberikan motivasi. Diantaranya
seperti yang disebutkan dalam hadis berikut : “Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang
penyebab utama yang dapat memasukkan seseorang kedalam surga. Beliau menjawab, Bertakwa
kepada Allah dan berakhlak mulia. Beliau ditanya pula tentang penyebab utama
yang dapat membawa orang ke neraka. Beliau menjawab, mulut dan kemaluan.”(HR.
At-Tirmidzi)
Pendidikan akhlak
mengutamakan nilai-nilai universal dan fitrah yang dapat diterima oleh semua
pihak. Beberapa akhlak yang dicontohkan nabi Muhammad diantaranya adalah
menyenangi kelembutan, kasih sayang, tidak kikir, tidak berkeluh kesah, menahan
diri, menahan marah, mengendalikan emosi, dan mencintai saudaranya. Akhlak yang
demikian perlu diajarkan dan dicontohkan orangtua kepada anak-anaknya dalam
kehidupan sehari-hari. Orangtua mempunyai kewajiban untuk menanamkan akhlak
karimah pada anak-anaknya karena sangat penting dan dapat membahagiakan hidup,
baik di dunia maupaun diakhirat.[14]
E. Hadis
tentang Pendidikan Hati
Pendidikan hati merupakan
bagian dari pembinaan rohani yang ditekankan pada upaya pengembangan potensi
jiwa manusia agar senantiasa dekat dengan Allah SWT, cenderung kepada kebaikan,
dan menghindar dari kejahatan. Sehubungan dengan ini, terdapat hadis-hadis
antara lain sebagai berikut :[15]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلىَ صُوَرِكُمْ
وَاَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah
SAW bersabda, sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk dan hartamu tetapi Dia
melihat hati dan pekerjaanmu.”(HR. Ibnu Hibban)[16]
Dalam hadis di
atas, Rasulullah menegaskan bahwa Allah SWT lebih menghargai hati yang bersih
dan amal shaleh daripada bentuk tubuh yang cantik, gagah, dan harta yang
banyak. Itu berarti bahwa sebagai hamba Allah, setiap muslim harus berupaya
mendapatkan yang lebih baik menurut Rabb-nya.[17]
F. Hadis
tentang Pendidikan Jasmani
Menurut Aip
Syarifuddin-Muhadi, pendidikan jasmani adalah suatu proses melalui aktifitas
jasmani yang dirancang dan disusun secara sistematis untuk merangsang pertumbuhan
dan perkembangan, meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, kecerdasan
dan pembentukan watak serta nilai dari sikap yang positif bagi warga negara
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.[18]
Diantara tujuan pendidikan
jasmani adalah menjaga dan memelihara kesehatan badan termasuk organ-organ
pernapasan, peredaran darah dan pencernaan, melatih otot-otot dan urat saraf,
serta melatih kecekatan dan ketangkasan.[19]
Sehubungan dengan ini, ditemukan hadis sebagai berikit :
1)
Memanah
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللّه صَلّى اللّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُوْلُ وَأَعِدُّوالَهُمْ
مَااسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيييُ أَلاَ إِنَّ
الْقُوَّةَ الرَّمْيييُ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيييُ
Uqbah bin Amir berkata, “ saya
mendengar Rasulullah Saw bersabda ketika beliau sedang berada atas mimbar,
“Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah
memanah,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah
memanah,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah
memanah.
(HR. Muslim).[20]
Rasulullah SAW
memiliki perhatian yang lebih terhadap olahraga memanah. Hal itu dapat dipahami
dari satu hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Uqbah bin Amir Al-Juhani
: ”Barangsiapa yang telah mempelajari
memanah lalu ia tinggalkan berarti ia sudah mendurhakaiku.”(HR. Ibnu
Majah). Dari hadis ini dapat dipahami bahwa orang yang sudah terampil memanah
harus memelihara keterampilan itu. Meninggalkannya dipandang sebagai salah satu
bentuk pelanggaran terhadap anjuran Rasulullah SAW. Itu berarti bahwa beliau
sangat mementingkan olahraga ini.[21]
2)
Berkuda
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلّى
اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ ارْمُوْا وَارْكَبُوْا وَاَنْ تَرْمُوْا أَحَبُّ اِلَيَّ
مِنْ أَنْ تَرْكَبُوْا وَإِنْ كُلَّ شَيْئٍ يَلْهُوْ بِهِ الرَّجُلُ بَاطِلٌ إِلاّ
رَمْيَةَ الرَّجُلِ بِقَوْسِهِ وَتَأْدِيَبَهُ فَرَسَهُ وَمُلَا عِبَتَهُ
امْرَأَتَهُ.
Dari Uqbah bin Amir Al-Juhani bahwa Rasulullah Saw
bersabda, “Memanahlah dan kendarailah olehmu (kuda). Namun, memanah lebih aku
sukai daripada berkuda. Sesungguhnya setiap hal yang menjadi seseorang adalah
batil, kecuali yang memanah dengan busurnya, mendidik atau melatih kudanya, dan
bersenang-senang dengan istrinya.” (HR. Ibnu Majah)[22]
Dari hadis di
atas dapat dipahami bahwa erkuda dan memanah termasuk olahraga yang disukai
oleh Rasulullah SAW. Kemampuan berkuda dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan
tugas-tugas kehidupan termasuk berdagang dan berperang.[23]
3)
Menjaga Pola
Makan
Pola
makan seseorang akan berpengaruh kepada kesehatan jasmaninya, selain itu bahan
makanan yang memenuhi persyaratan, polanya harus baik, yaitu tidak berlebihan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah di Surah Al-A’raf: 31 yang berbunyi:
يَبَنِي اَدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ
مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلاَ تُسْرِفُوْا، اِنَّ للّهَ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah
di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.(QS. Al-A’raf: 31)
Ayat diatas,
didukung dengan hadits yang berbunyi :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ، قَالَ رَسُوْلَ اللّه
صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ
وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءُ
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,
“Orang beriman itu makan dengan satu usus(perut), sedangkan orang kafir makan
dengan tujuh usus.” (HR.
Al-Bukhari)[24]
Menurut M.
Syuhudi Ismail, secara tekstual hadis tersebut menjelaskan bahwa usus orang
yang beriman berbeda dari usus orang kafir. Padahal dalam kenyataan yang lazim,
perbedaan antomi tubuh manusia tidak disebabkan oleh perbedaan iman. Dengan demikian pernyataan hadis itu
merupakan ungkapan simbolik.[25]
4)
Menjaga
Kebersihan
عَنْ اَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ،
قَالَ رَسُوْلَ اللّه صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطّهُوْرُ شَطرُ
الْإِيْمَنِ
Abu Malik Al-Asy’ari bercerita
bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Kebersihan itu sebagian dari iman.” (HR. Muslim)[26]
Perhatian Rasulullah yang
lebih serius lagi terhadap masalah kebersihan gigi dan mulut terlihat dalam
hadis berikut : “Abu Hurairah
meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, Sekiranya tidak akan memberatkan
bagi orang-orang yang beriman (dalam riwayat zuhair, bagi umatku) tentu aku
menyuruh mereka menggosok gigi ketika mendirikan setiap shalat.”(HR.
Muslim).
Dari beberapa hadis di atas,
terlihat bahwa beliau sangat memperhatikan kebersihan dan kesehatan jasmani.
Itu berarti bahwa beliau mendidik umatnya dengan metode keteladanan dan
motivasi.[27]
G. Hadis
tentang Pendidikan Sosial
Menurut Abdul Hamid
al-Hasyimi, pendidikan sosial adalah bimbingan orang dewasa terhadap anak
dengan memberikan pelatihan untuk pertumbuhan kehidupan sosial dan memberikan
macam-macam pendidikan mengenai perilaku sosial dari sejak dini, agar hal itu
menjadi elemen penting dalam pembentukan sosial yang sehat.[28]
Sehubungan dengan pendidikan
sosial, terdapat hadis-hadis sebagai berikut :
1.)
Orang Beriman
harus Bersatu
عَنْ اَبِى مُوْسَى عَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
اِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ
Dari Abu Musa, Nabi Saw
bersabda, “ Sesungguhnya seorang mukmin bagi mukmin yang lain laksana satu
bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” Beliau pun memasukkan
jari-jari tangannya satu sama lain. (HR. Al-Bukhori)
2.)
Orang Beriman
Harus Saling Mencintai
عَنْ اَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا
يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Dari Anas, Nabi Saw Bersabda,
“Tidak beriman salah seorang kamu sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana
ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari)
3.)
Orang Beriman
Harus Saling Membantu
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ
اللّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى
مُعْسِرٍ يَسَّرَاللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ
مُسْلِمًا سَتَرَاللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ
مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
Abu Hurairah meriwayatkan
bahwa Rasulullah Saw bersabda, “ Siapa yang melapangkan seorang mukmin dari
satu kesulitan dunia, Allah akan melapangkannya dari satu kesulitan hari
kiamat. Siapa yang memudahkan dari kesulitan, Allah akan memudahkan dari
kesulitan dunia dan akhirat. Siapa yang menutup aib seorang mukmin, Allah akan
menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanyaselama hamba
itu menolong saudaranya.” (HR. Muslim)[29]
Dari hadis-hadis
di atas, diketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak mampu hidup
sendiri. Dalam berbagai hal, manusia membutuhkan bantuan dari orang lain. Oleh
sebab itu manusia harus hidup secara sosial. Ia tidak boleh mementingkan hidup
sendiri. Untuk itu Rasulullah mendidik umatnya agar menjadi makhluk sosial
dengan metode ganjaran atau motivasi yang besar.[30]
H. Hadis
Tentang Pendidikan Akal
Pendidikan akal adalah
proses meningkatkan kemampuan intelektual dalam bidang ilmu alam, teknologi dan
sains moderen sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah SWT dan
khalifah-Nya guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan
oleh-Nya.[31]
Abdullah Nasih Ulwan,
mengatakan, pendidikan akal adalah membentuk pola pikir anak dengan segala
sesuatu yang bermanfaat, seperti ilmu agama, kebudayaan dan peradaban. Dengan
demikian pemikiran anak menjadi matang, bermuatan ilmu, kebudayaan dan
sebagainya.[32]
Sehubungan dengan pendidkan
akal, ditemukan hadis-hadis sebagai berikut :
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Berpikirlah kamu
tentang ciptaan Allah SWT dan jangan kamu memikirkan Dzat-Nya’.”(HR.Ath-Thabrani)
Dalam hadis di atas,
Rasulullah SAW mendorong umatnya agar berpikir sebebas-bebasnya, asal di daerah
ciptaan Allah SWT, alam semesta. Akan tetapi karena keterbatasan akal, Dia
melarang memikirkan Dzat-Nya, karena akan menimbulkan kesalahan dan kerusakan.
Beliau juga memperingatkan
sikap taklid buta yang selalu menuruti dan mengikuti pendapat orang lain.
Berikut ini hadis yang menjelaskan hal tersebut :
Dari Hudzaifah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW brsabda, “Janganlah kalian
semua menjadi penjilat yang mengatakan bahwa (sekelompok) manusia telah berbuat
baik kepada kami karena mereka telah berbuat baik dan mengatakan bahwa mereka
telah berbuat zalim kepada kami karena mereka berbuat zalim kepada kalian. Akan
tetapi, persiapkanlah diri kalian semuanya, jika ada manusia telah berbuat
baik, maka kalian harus berbuat baik, dan jika mereka berbuat buruk, maka
janganlah kalian berbuat zalim.”(HR. At-Tirmidzi)
Dalam hadis di atas,
Rasulullah menganjurkan kepada umatnya supaya menggunakan akalnya dalam
membedakan antara kebenaran dan kebatilan atau antara kebaikan dan keburukan.
Dalam proses pembelajaran
yang mengacu kepada pencerahan akal, Rasulullah sering melakukan dialog dengan
para sahabat. Metode tanya jawab ini memang sangat banyak keuntungannya bagi
peserta didik dalam mengembangkan pemikirannya.
Armai Arif mengemukakan
keuntungan metode ini, di antaranya sebagai berikut :
1.
Mendorong murid
lebih aktif dan bersungguh-sungguh.
2.
Walaupun
prosesnya agak lambat, guru dapat mengontrol pemahaman murid pada
masalah-masalah yang dibicarakan.
3.
Pertanyaan dapat
memusatkan perhatian siswa sekalipun ketika itu siswa sedang ribut.
4.
Merangsang siswa
untuk melatih dan mengembangkan daya pikir, termasuk daya ingat.
5.
Mengembangkan
keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapatnya.[33]
I. Hadis
tentang Pendidikan Seks
Dorongan seksual yang telah
diciptakan oleh Allah SWT dalam diri manusia menjadi sebab kelangsungan seluruh
makhluk hidup, termasuk umat manusia. Allah SWT telah menjadikan masa tertentu
untuk melakukan hal ini agar manusia dapat meneruskan keturunan.
Agar dorongan seksual pada
diri anak dapat berjalan dengan normal tanpa ada pembangkit dari luar yang
menyebabkannya menyimpang dari perilaku yang lurus, islam menjaga anak dana
menuntunnya dengan berbagai perintah dan larangan. Hal itu dimaksudkan agar
dorongan seksual yang dimilikinya itu dapat terarah secara baik, tetap
seimbang, dan bersih tanpa adanya penyimpangan.
Sebagai orangtua wajib
mengikuti pilar-pilar yang telah digariskan oleh Rasulullah untuk menjaga anak
mereka dari penyimpangan seksual. Pilar-pilar tersebut antara lain terdapat
dalam hadis-hadis beriku :
1.
Memisahkan
Tempat Tidur Anak Laki-Laki dan Perempuan
Dari
Abdullah, Rasulullah SAW berkata, “Suruhlah anakmu mendirikan shalat ketika
berumur 7 tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya ketika ia berumur 10
tahun. (Pada saat itu) pisahkanlah tempat tidur mereka.”(HR. Abu Dawud).
Al-Allamah Syaikh Waliyullah Ad-Dahlawi berkata,
“Perintah pemisahan tempat tidur ini disebabkan karena masa-masa seperti itu
merupakan masa-masa pubertas. Jika tidak diatur, maka bisa-bisa anak akan
melampiaskan nafsu seksualnya. Dengan demikian haruslah jalan kerusakan ini
ditutup lebih dini sebelum hal itu terjadi.
2.
Posisi Tidur
Miring ke Sisi Kanan, Tidak Menelungkup
Dari
Al-Barra’ bin Azib, ia berkata, “Rasulullah SAW berkata kepadaku apabila engkau
mendatangi tempat tidurmu (akan tidur), maka berwudhulah seperti wudhu akan
shalat kemudian tidurlah dengan miring ke sisi kanan.”(HR. Al-Bukhari).
Muhammad Suwaid menjelaskan bahwa meneladani sunnah
Rasulullah dalam tidur dengan cara berbaring pada sisi kanan akan menjauhkan
anak dari sekian banyak gelombang seksual anak ketika tidur. Rasulullah
menganggap tidur menelungkup sebagai tidurnya setan. Tidur telungkup
menyebabkan terjadi banyak gesekan alat kelamin anak yang akan membangkitkan
syahwatnya. Di samping itu, tidur telungkup juga dapat menimbulkan banyak
penyakit jasmani.
3.
Membiasakan Anak
Menundukkan Pandangaan dan Memelihara Aurat
Dari
Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Adalah A-fadl bin Abbas membonceng nabi
Muhammad lalu datanglah seorang wanita dari khats’am yang meminta fatwa kepada
beliau. Al-fadhl kemudian memandang perempuan itu dan ia pun memandangnya. Lalu
Rasulullah memalingkan wajah Al-Fadhl ke sisi yang lain.”(HR. Abu Dawud).
Pandangan merupakan jendela bagi anak untuk melihat
dunia luar. Apa saja yang dilihat oleh kedua matanya kan terpatri di dalam
benak, jiwa dan ingatannya dengan cepat. Jika ia dibiasakan untuk menjaga
pandangannya dari aurat, disertai dengan rasa adanya selalu diawasi oleh Allah
SWT, hal itu akan melahirkan kemanisan iman yang dapat dirasakan oleh anak.[34]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan
dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa untuk bisa melahirkan peserta
didik yang menjadi teladan dalam
bertindak dan berucap maka dalam setiap lembaga pendidikan khususnya lembaga
pendidikan agama, wajib menanamkan pendidikan islam seperti pendidkan akhlak,
ibadah, akidah, sosial, akal dan seks yang telah dijelaskan di dalam hadis. Islam
menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah SWT.
B.
Saran
Kita sebagai umat muslim yang beriman, hendaklah mengikuti
perintah yang diberikan Allah SWT dalam mengatur kehidupan kita, dan mengikuti
contoh yang telah diberikan oleh Rasulullah SAW.
[1]
Gerakaninsanpenulis.blogspot.com.jumat,17 Februari 2017
[2]
Zakiah Drajat.2000.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta:PT
Bumi Aksara.hal 25.Kamis,16 Februari 2017
[3]M.Arifin.1991.Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner.Jakarta:Bumi
Aksara.hal 32.Kamis,16 Februari 2017
[4]
Kompasiana.com.Jumat,17 Februari 2017
[5] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
38.Kamis,16 Februari 2017
[7] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
40-41.Kamis,16 Februari 2017
[8] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
41.Kamis,16 Februari 2017
[9]
Nasiruddin Razak.1984.Dienul Islam.Bandung:al-ma’rif.hal
44. Jumat,17 Februari 2017
[11]
Bukhari Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
42.Kamis,16 Februari 2017
[12]Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.1994.Kamus
Besar Bahasa Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka.hal 15.Sabtu, 18 Februari 2017
[13]Raharjo,dkk.1999.Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Tokoh
Klasik dan Kontemporer.IAIN Walisongo, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.hal 63. Sabtu,
18 Februari 2017
[14]
Bukhari Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
43-44.Kamis,16 Februari 2017
[15]
Bukhari Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
45.Kamis,16 Februari 2017
[17] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
45-46.Kamis,16 Februari 2017
[18] Aip
Syarifuddin dan Muhadi.1992.Pendidikan
jasmani dan kesehatan.Jakarta:Dirjen Dikbud.ham 4.Sabtu, 18 Februari 2017
[19] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
49.Kamis,16 Februari 2017
[21] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
50.Kamis,16 Februari 2017
[23] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
51.Kamis,16 Februari 2017
[25] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
52.Kamis,16 Februari 201
[27] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
54.Kamis,16 Februari 2017
[28] Abdul
Hamid A-hasyimi.2001.Mendidik Ala
Rasulullah.Jakarta:Pustaka Azam.hal 17.Minggu, 19 Februari 2017
[30] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
57.Kamis,16 Februari 2017
[31] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
57.Kamis,16 Februari 2017
[32]
Abdullah Nasih Ulwan.1989.Pendidikan Anak
dalam Islam.Jakarta:Pustaka Amani.hal 281.Minggu, 19 Februari 2017
[33] Bukhari
Umar.2012.Hadis Tarbawi.Jakarta:Amzah.hal
57-61.Kamis,16 Februari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar